Tuesday 15 June 2010

Tvilling (bab 2)

aku terbangun di pagi yang sangat hangat, rasanya kakiku masih letih karena berjalan mengikuti Caronie se-harian. Aku mencoba tidur kembali tetapi tidak berhasil, telepon di lantai 1 rumahku berdering sangat kencang hingga aku menutup kuping ku memakai bantal. Tetapi kudapati tidak ada satu orang-pun yang mengangkat telepon tersebut, jadi aku berlari menuju telepon tersebut dan mengangkatnya, aku sempat melihat ada catatan kecil di lemari pendingin yang berarti semua keluargaku sedang melalkukan aktifitas mereka dan mereka meninggalkan aku. Setelah aku angkat ternyata Mica yang sedang berada di ujung telepon sana.
"ada apa Mica?" ucap-ku sambil mengantuk ngantuk.
"bagaimana kemarin? apakah kamu mendapat petunjuk? bagaimana keadaanmu?" tanya Mica dengan nada yang cepat dan penasaran
"seharusnya kamu ikut bersamaku " aku menjawab singkat, dengan nada seakan-akan kemarin terjadi sesuatu yang menegangkan.
"aku tahu, tapi... sudahlah! ceritakan saja padaku kejadian kemarin" Mica memaksa
"aku tidak bisa menceritakannya lewat telepon" aku menjawab singkat lagi, aku masih merasa agak letih dan mengantuk.
"bagaimana kalau kita bertemu, aku tunggu di tempat biasa kita bertemu, jangan sampai telat"
Mica memaksa dan setelah itu langsung menutup teleponnya, berbicara nya sudah seperti orang dewasa saja.

setelah menutup telepon, aku bergegas memakai baju yang 'layak' untuk bertemu Mica; celana jeans, dan 'T-Shirt' kesukaanku. Setelah merasa dandanan ku cukup untuk bertemu dia aku pergi dengan langkah kaki yang cukup lambat. Aku merasa agak malas jalan keluar, walaupun matahari sangat hangat dan udara di sekitar masih sejuk. Tempat biasa yang di maksud oleh Mica adalah taman bermain, jangan kaget dia agak sedikit hiperbola. Taman bermain tempat aku dan Mica sering bertemu tidak jauh dari rumahku, hanya berjalan lurus sampai menemukan sekolah bernama "uheldig's school" dan berbelok ke kiri, sedikit berjalan lurus dan aku sudah bisa melihat Mica sedang duduk di ayunan dekat pintu masuk taman tersebut. Aku menghampiri Mica, setelah Mica melihat ku dia lalu berdiri dan menghentakan kakinya seakan dia tegang sekali untuk mendengar cerita ku.
" tenang Mica " kataku
" aku sudah mencoba" kata Mica " tetapi aku membayangkan bagaimana kejadian kamu. membayangkan-nya saja aku ngeri "
" tidak juga, dia tidak seperti penampilannya Mica. percayalah " aku menjawab
setelah itu aku menceritakan kejadian kemarin se-detail mungkin kepada Mica. Setelah aku selesai menceritakannya, raut muka Mica berubah menjadi heran.
" aku tidak percaya Caronie se-baik itu dengan caranya yang ANEH " Mica menatapku.
" aku juga tidak percaya, setelah se-harian aku mengikutinya dengan cara mengendap. dan dia dengan muka datar membiarkan aku masuk ke dalam rumahnya" aku menjelaskan
" iya.. tetapi tetap saja Caronie adalah orang yang aneh " kata Mica tetap pada pendiriannya.
Beberapa menit kami terdiam, Mica sibuk dengan es krim lemon kesukaannya. Sedangkan aku hanya meratapi kedua kakiku berayun naik dan turun. Aku merasa matahari semakin di atas kepalaku, dan rasanya sangat panas sekali. Cuaca di kota ku sangatlah tidak stabil, tidak ada satu musim yang tentu selain musim salju.
Aku memerintahkan Mica untuk pergi dari taman ini dengan isyarat menggoyangkan kepala. Mica setuju dengan ide ku, dan membuang es krim lemon-nya yang sudah me-leleh. kami berjalan menuju rumahku
" Min? " tanya Mica, memanggil namaku dengan singkat.
" ada apa? "
" semenjak kamu bercerita tentang kejadian kemarin... aku merasa ada yang mengikutimu "
"jangan bercanda Mica!" aku merasa takut.
" tidak, aku serius... aku tidak berani menengok ke belakang! kamu tahu aku penakut.. "
aku mencoba memberanikan diri menengok ke belakang, setelah kepalaku berputar ternyata Mica benar! Seseorang sedang mengikutiku; dengan tatapan-nya yang lurus dan memakai baju serba hitam dan putih, Aku bisa melihat semua orang yang melewatinya menjauh, ada beberapa orang yang berbalik arah dan tidak jadi melewati-nya. Kalian bisa tebak itu adalah CARONIE

" AH! " aku terkejut.
Mica merespon teriakan-ku dan ikut membalik badannya melihat Caronie. Mica mencoba untuk tidak berteriak sama sekali; dia menutupi mulutnya dengan kedua tangannya dan berdiri terpaku. Aku-pun ikut berhenti berjalan sampai akhirnya Caronie menghampiri-ku. sesaat setelah Caronie tepat di depanku, kita semua hening.
" kau mengikutiku " Aku memulai pembicaraan.
" kau juga mengikutiku. " jawab Caronie tenang.
Mica masih menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
" kau melupakan sesuatu Mindy " Caronie membuka kantongnya dan menunjukkan gantungan berbentuk beruang Panda kepadaku, itu adalah gantungan yang ku taruh di telepon genggam-ku
" kau menjatuhkan-nya di lorong rumahku " lanjut-nya
Aku mengambil gantungan beruang Panda-ku, dan itu memang benar punya-ku.
" terima kasih Caronie " ucapku kepada Caronie
" iya " jawabnya datar.
" rasanya panas berdiam disini, mari ke rumahku" tiba-tiba aku mengatakan-nya
Mica memberi syarat bahwa dia tidak suka dengan ide-ku tadi; di menggeleng keci dan menatap muka ku dengan tampang khawatir.

" tidak.. teman mu tidak suka dengan ku" jawab Caronie menolak ajakan ku
" yah.. kalau kalian ingin saling mengobrol, silahkan saja. aku tidak ikut." Mica menerobos perkataan Caronie.
" aku.. terserah kalian saja " ucap Caronie datar
" ayolah.. aku mulai lemas melihat kalian yang tidak akur " aku membujuk halus
Mica akhirnya pasrah dan akhirnya ikut. Tetapi dia tetap menjaga jarak dengan Caronie, sepertinya Mica benar benar takut.
Aku tidak tahu, rasanya Caronie seperti teman lamaku, malah rasanya Caronie teman yang lebih lama daripada Mica. Dia terlihat seperti bukan seseorang yang baru aku ajak berbiacara kemarin. rasanya dia sudah pernah ke rumahku, dia bisa menuntunkan jalan menuju rumahku.
" bagaimana kau bisa hafal jalan rumahku? " tanyaku langsung
" aku pernah kerumahmu, apakah kau lupa? " tanya Caronie misterius
" apa? benarkah " aku heran
" tentu tidak haha.. semua orang tahu arah rumahmu. rumahmu sangat dekat dengan sekolah" jelas Caronie dengan tawanya yang masih aku anggap sebagai tawa datar
" haha lucu sekali " Mica tertawa mengejek

Aku membuka pintu rumah, ku buka dengan cepat agar kita bisa masuk ke dalam rumah yang sejuk. ketika yang lainnya sudah masuk ke dalam rumah, Caronie dengan perlahan membuka sepatunya, dan merapihkan sepatu aku, dan Mica yang berserakan. aku hanya menatapnya, sedikit malu dengan kelakuan ku.
aku menyuruh mereka untuk duduk di ruang keluarga ku, sedangkan aku membuatkan minum untuk mereka, segelas es jeruk untuk mereka pasti sangatlah segar pikirku.
Saat aku datang dengan nampan yang penuh dengan gelas dan es jeruk, aku melihat Mica dan Caronie begitu akrab. Mica bisa tertawa terbahak saat Caronie mengatakan sesuatu yang tidak aku dengar, Caronie hanya tertawa kecil. Aku ikut bergabung dengan mereka dan menuangkan beberapa es yang mereka minta ke dalam es jeruk mereka.
" kalian begitu akrab " ucapku
" Mica hanya malu tadi " Ucap Caronie dengan nada yang sedikit berubah dari nada sebelumnya yang datar.
" Caronie bisa meramalkan sesuatu yang sangat lucu, aku tidak tahu artinya apa. tapi ramalan itu sangat membuat aku tertawa " kata Mica yang masih terbahak dan mencoba untuk menahan ketawa nya
" memang nya ramalan apa yang Caronie buat " tanyaku penasaran
" aku mengatakan kalau suatu saat nanti, dia akan bertemu sang penyihir hitam seperti kucing. penyihir tersebut akan membantumu. dan saat itu pula ratu anjing akan mengatakan 'kau bukanlah seekor binatang, namun kau juga anjing sama sepertiku' " Caronie menjelaskan.
Aku tidak mengerti dengan lelucon atau ramalan atau apapun itu yang Caronie buat, aneh sekali Mica bisa tertawa sampai menepuk punggung Caronie karena tidak kuat. padahal baru saja dia menolak untuk mengobrol dengan Caronie.
" dia sama sepertimu Mindy, dia sangat asik dijadikan teman. maaf telah menilaimu seram Caronie " ucap mica setrelah dia bisa mengedalikan tawnya yang memecahkan suasana hening rumahku.
" kalian aneh, kalian tahu itu " ucapku sembarang
" kau mau aku ramal Mindy? " kata Caronie
aku terdiam saat ditawari hal itu.
" ayolah... ini akan sangat menyenangkan " kata Mica membujuk ku.
" baiklah, tapi aku tidak pernah menganggap ini serius. " kataku sambil menghela nafas.
" kita tidak pernah menganggap ramalan itu serius, ya kan? " Caronie mengikuti statement-ku
" tidak " singkat Mica

Caronie membuka sebuah buku catatan miliknya, bukunya sangatlah tebal hingga membuat Caronie mengambil buku itu dengan kedua tangannya. dia membuka lembar halaman satu demi satu, setiap halaman tersebut ternyata berisi nama-nama setiap warga yang ada di kota ini. mulai dari anak kecil, sampai orang dewasa yang sudah meninggal. tidak heran buku itu sangatlah besar, tapi mungkin kalau Caronie tinggal di kota besar mungkin dia akan membawa 40 buku sebesar itu setiap harinya, aku tidak bisa membayangkan.
beberapa saat kemudian, buku itu sudah sampai ke halaman yang berisi huruf 'M'. dia sedang mencari namaku, dan akhirnya dia berhenti sebentar.
" Mindy.. namamu bukan Mindy " katanya pelan
" apa? " aku bingung
" kau melewatkan nya Caronie " Mica membantu Caronie mencari namaku.
Benar saja, ada namaku di sana. sayang sekali aku tidak bisa membaca buku itu karena buku itu ditulis dengan bahasa yang aku tidak mengerti. Caronie mulai membacakan ramalan yang ada di buku itu.
" kau akan menemukan apa arti dari 'Tvilling' " katanya. dan setelah itu dia menutup buku-nya.
" tvilling? maksudmu? kembaran? " aku bingung, yang ku tahu adalah tvilling dari bahasa asing yang berarti kembar.
" iya. " jawabnya datar
Caronie berdiri. dan dia menaruh buku ramalan-nya ke dalam tasnya, dan pergi.
" aku pamit " ucapnya singkat.

setelah Caronie pergi, hanya tinggal aku dan Mica yang berada di rumah
" dia tetap aneh " kata Mica sedikit berbisik, mungkin dia takut kalau Caronie mendengarnya.
" lalu kenapa kau begitu akrab dengannya tadi? " tanyaku
" ramalan itu, aku kira penyihir yang dia maksud adalah dirinya sendiri. itu sebabnya aku tertawa. " jelasnya.
" kau tetap tidak menyukai Caronie" kata ku
" tidak juga, aku hanya sedikit takut padanya. kau tahu, aku rasa kalau dia menjadi temanmu, dia akan sangat akrab padamu. entah kenapa, aku hanya mengatakan apa adanya " ucap Mica
" hari ini membuat banyak pertanyaan, yang aku pikirkan sekarang adalah ramalan nya " sedikit mencurahkan penasaranku kepada Mica.
" sudahlah, lagi pula itu kan hanya ramalan. " kata Mica mencoba menangkan dengan cara-nya sendiri.
"hm.." aku menjawab malas. Mica memang selalu begitu; dia selalu bertanya, menjawab, dan memberikan pendapatnya dengan singkat.
Mica berdiri secara perlahan, dan berjalan santai meninggalkan aku sambil berkata: "Mindy.. sebentar lagi hujan. aku harus pulang"
dan aku berfikir di dalam hatiku alasan macam apa itu?! dia bisa tinggal di sini sampai hujannya reda tapi aku biarkan Mica meninggalkan aku, Dia memiliki sifat moody kedua orangtuanya. suara pintu depan rumahku terdengar jelas terbuka, lalu kemudian tertutup kembali seiring dengan kepergian teman baik-ku Mica. Sekarang aku sendirian...

Aku selalu sendirian, keluargaku memang menyayangiku. Tetapi mereka suka menginggalkan aku, aku bisa memakluminya karena Ibu yang selalu bekerja, dan adiku yang selalu aktif di berbagai macam keorganisasian sekolah maupun minatnya. Jadilah aku disini duduk dengan kaki tertekuk hampir menyentuh mukaku, ku pegang kadua kakiku agar tekukannya tetap, termenung di rumah yang hangat, terhindar dari serbuat titik titik hujan yang turun deras.
aku termenung.. memikirkan semua yang dikatakan Caronie kemarin dan hari ini, rasanya tidak masuk akal. Aku sama sekali tidak mempunyai kembaran, disini keluargaku hanyalah ibu dan adiku. Saudara-pun aku tak punya, Nenek, dan kakek mereka tinggal di kota yang sangat jauh dari Ulhedig. atau jangan-jangan mereka menyembunyikan sesuatu dari..

DAAAAAAAAAAAR! petir menyambar, membuat lamunanku hilang seketika. Aku sangat kaget; nafasku ter-engah-engah, aku langsung berdiri dan naik ke kamar tidurku yang aku rasa bisa membuat aku lebih hangat lagi dari pada di ruang keluarga. Ku buka pintu kamar dan menutupnya dengan cepat, aku sempat menatap kamar-ku; tidak sangat sempit untuk dihuni 2 orang, posisi tempat tidur sangat dekat dengan pintu masuk kamar sehingga memungkinkan aku untuk loncat ke kasur yang tidak keras namun tidak empuk juga. Memang rasanya nyaman duduk termenung diatas tempat tidur dengan posisi favoritku yaitu menyatukan kedua kakiku menekuk menyentuh kepalaku, sambil menatap jendela besar yang menyambungkan teras kamar-ku. Aku selalu seperti ini apabila aku tidak sekolah; menemui Mica pada pagi hari, apabila turun hujan aku dan Mica pulang, menunggu hujan reda. Apabila beruntung hujan berhenti sekitar 2 jam kemudian, lalu aku bermain bersama Mica sampai malam.

Aku baru ingat, salah satu temanku memberikan aku buku fantasi. Buku itu membuatku tertarik karena sampul depannya bertuliskan 'Kerajaan Uheldig Dan Keajaibannya' dan ada tulisan di sebelahnya 'Dari kisah nyata'. Aku hanya penasaran saja, buku itu lumayan tebal, tapi tidak setebal buku catatan Caronie. Aku membuka buku itu, aku mulai membacanya. Lembar demi lembar aku lewati, lama-lama aku bosan! buku ini sama sekali tidak menarik! Buku ini hanyalah cerita tentang seseorang yang mempunyai kekuatan untuk berbicara dengan binatang dan menyihir.. Payah sekali! aku mulai iseng mebolak balik buku itu, membuka halamannya secara acak. Tidak sengaja aku membuka halaman diamana ada cerita lain disana, cerita itu berjudul 'Tvilling' dan aku jadi teringat dengan ramalan Caronie tadi. Aku mulai membaca cerita itu, inti dari cerita itu adalah sepasang anak kembar yang terpisah, Ayah mereka berdua adalah raja kerajaan Ulhedig. Setelah raja tersebut meninggal karena perang hebat, salah satu dari anaknya dibawa oleh seorang wanita penjual khusus Buah Jeruk. Dan yang satunya lagi tetap di tinggal di istana raja tersebut walaupun hanya tinggal bersama ibu dan pelayan abadinya.

Aku rasa, ramalan Caronie benar. Aku menemukan apa maksud dari Tvilling; cerita tentang sepasang anak kembar yang terpisah, dan hanya itu tidak ada lagi. Cerita itu berakhir dengan sebuah pertanyaan, "Bagaimana nasip kedua saudara kembar itu sekarang?" setelah aku buka lembar selanjutnya, cerita lain tentang penyihir Uheldig sudah menunggu untuk dibaca.
Aku langsung menutup buku itu, dan membaringkan tubuhku ke tempat tidur yang menurutku cukup nyaman. Lambat laun aku tertidur, rasanya suara petir yang menyambar-nyambar tadi seperti lantunan lagu untuk mendurkan aku. Aku tertidur.

No comments:

Post a Comment